Di suatu pagi, di hari raya pekanan
umat Muslim, yaitu hari jum’at, saya dan teman-teman saya berkumpul di sebuah
lapangan besar di belakang kampus. Tidak lain dan tidak bukan, kami berkumpul
untuk bertanding sepak bola melawan kelas I’dad Lughawy A (program
persiapan bahasa prakuliah). Liga kampus tahun ini baru bergulir kemarin pagi.
Seperti biasa, saya ditunjuk oleh Heru Fransisco, penyerang handal asal Padang,
untuk menjadi goalkeeper alias penjaga gawang. Sang wasit, Muhajir
Ali, yang ditemani dua hakim garis memberi isyarat tanda kick off
dimulai. Akhirnya, pertandingan 2×30 menit itu pun dimulai..
Di sela-sela pertandingan, beberapa teman kami yang sedang menunggu giliran
tampil sedang mengobrol di kiri gawang. Aku pun ikut nimbrung tanpa basa-basi.
Pembicaraannya unik, kami membayangkan bagaimana jika seorang faqih
jadi wasit. Tidak hanya itu, dia menerapkan pengetahuan fiqihnya dalam
peraturan sepak bola. Sehingga akan banyak diskusi dan perdebatan antar pemain
maupun wasit dalam berbagai masalah di dalam pertandingan tersebut.
Obrolan ringan yang dipimpin Hidayatullah, teman sesama wong kito,
dan Irfan Hariyanto, orang Jambi yang merantau ke Jawa tersebut memberikan saya
sedikit inspirasi untuk membuat artikel ini. Namun saya tidak akan memaparkan
perdebatan panjang yang dibahas ulama fiqih seperti apakah lutut laki-laki
adalah aurat, dan permasalahan polemik lainnya. Saya hanya akan sedikit
menyinggung pelanggaran-pelanggaran syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah
pertandingan sepak bola dengan permisalan-permisalan berupa
dialog antar wasit dan selainnya.
***
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang ustadz
memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh menit) di hadapan
para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga
kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan kepada
kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi. Jagalah
lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela suporter, suporter mencela
pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela wasit. Karena siapa yang mampu
menjaga lisannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin
surga baginya. Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seseorang hendak
menyogoknya,
Wasit : “Bertakwalah engkau, wahai hamba
Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan
disuap?!”
Fulan : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong
menolong?”
Wasit : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
Wasit : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
Jika ustadz
jadi wasit, maka ketika seorang pemain marah-marah karena gagal
mencetak gol,
Wasit : “Janganlah engkau marah karena
marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang
yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat
adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika
engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy
syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai
menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya:
Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia
kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya:
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih,
wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain hendak
minum,
Wasit : “Sebutlah nama Allah untuk
meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum
dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara
setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat
yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua orang pemain
bersitegang dan terlibat adu mulut,
Wasit
: “Tenang, tenang. Janganlah berkelahi. Bukankah
mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim jika melakukan
suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang
muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
Pemain A : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Pemain A : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Wasit
: “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at
Islam yang begitu mulia.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain ketahuan
melakukan diving dengan sengaja,
Wasit : “Saudara, janganlah Anda
berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan
tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara
sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju
surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Jika ustadz
jadi wasit, maka ketika pertandingan telah usai,
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit : “Terima kasih kepada kedua tim
yang telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam
permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua semakin
bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah Allah. Kepada
tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab
Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan agar dosa dan kesalahan yang
terjadi di dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya
kita membaca doa Kaffaratul Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa
Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
28 Dzulhijjah 1432 H / 24 November 2011 M
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
Penulis : Roni Nuryusmansyah
Artikel : kristalilmu.com
http://www.kristalilmu.com/jika-ustadz-jadi-wasit/
Berkunjung balik sobat dan sekalian menyampaikan link sobat sudah saya pasang pada daftar link sahabat dan untuk sementara belum saya pasang link barner karna masih memikirkan tempat untuk diletakkan. sekian dan trima kasih
BalasHapusoke mas terimakasih salam sahabat :)
Hapus