Yasir
Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan sayap
milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan Mesir
setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka beberapa
bulan lalu.
Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal al-Qur’an
ini sempat mengikuti wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an di Gaza
dan bergabung dengan para mujahidin untuk memperoleh pelatihan militer.
Sebelum masuk Gaza, di pertemuan akhir dengan salah satu sahabatnya di
Rafah, ia meminta didoakan agar memperoleh kesyahidan.
Untung
tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, ia telah
memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah
pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.
Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.
Walau sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan
evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu
masih mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang
yang sedang tertidur.
Sebelum syahid, para pejuang pernah
menawarkan kepadanya untuk menikah dengan salah satu gadis Palestina,
namun ia menolak. “Saya meninggalkan keluarga dan tanah air dikarenakan
hal yang lebih besar dari itu,” jawabnya.
Kabar tentang kondisi
jenazah pemuda yang memiliki kuniyah Abu Hamzah beredar di kalangan
penduduk Gaza. Para khatib juga menjadikannya sebagai bahan khutbah
Jumat mereka atas tanda-tanda keajaiban perang Gaza. Cerita ini juga
dimuat oleh Arab Times (7/2/ 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar